Mengapa Para Penghafal Al-Qur'an Tidak Bisa Mengimplementasikan Hafalannya Pada Masalah-Masalah Di Masyarakat?

source : google.com

Tidak ada maksud membongkar aib atau menjelek-jelekkan, saya menjawab pertanyaan ini sesuai pengalaman saya pribadi sebagai penghafal Al-Qur'an yang sampai sekarang masih hidup berdampingan dengan para penghafal Al-Qur'an juga.

Dulu ketika saya belum menghafalkan Al-Qur'an, saya menganggap para penghafal Al-Qur'an itu hebat, akhlaknya MasyaAllah, cerdas, pintar, jauh dari maksiat dan segala hal negatif lainnya. Pokoknya, segala sifat baik yang pernah terlintas dalam pikiran saya, saya berpikir mereka memiliki semua itu.

Padahal kenyataannya, mereka sama seperti orang lain pada umumnya. Tidak semua hebat, tidak semua akhlaknya terpuji, tidak semua cerdas, tidak semua pintar, tidak semua jauh dari maksiat dan hal negatif. Bahkan, penghafal Al-Quran yang melakukan suatu hal buruk yang lebih buruk dari bukan penghafal Al-Quran juga ada.

Baiklah, saya menarik kesimpulan dari pengamatan saya selama ini. Sebagai jawaban pertanyaan diatas :

1. Niat menghafal yang kurang lurus

Kebanyakan, tujuan mereka menghafal Al-Quran adalah kepentingan pribadi seperti mendapatkan beasiswa.

...

A : mau ngafal berapa juz, nih?

B : Universitas C ngasih beasiswa buat yang hafal 10 juz , jadi sampai 10 juz aja cukup.

2. Agar disebut Hafidz/Hafidzah

Di Indonesia kebanyakan orang yang pernah meghafal Al-Quran tak peduli hafalannya lancar atau tidak, bacaannya bagus atau tidak sudah bisa dipanggil Hafidz/Hafidzah. Sudah tak asing, jika ada yang hanya menghafal dari awal sampai selesai 30 juz tanpa pengulangan. Setelah selesai, sudah. Karena merasa dirinya sudah Hafidz (Mengkhatamkan 30 juz padahal tidak lancar) akhirnya meninggalkan Al-Quran begitu saja, merasa puas hanya karena pernah mengkhatamkan. Dan ini banyak sekali.

3. Hanya pernah menghafal bukan hafal

Setiap penghafal Al-Qur'an pasti pernah mengalami fase malas yang teramat sangat untuk mengulang apa yang sudah dihafal.

Ada yang memaksakan dirinya terus mengulang(muroja'ah) dan akhirnya muroja'ah menjadi kegiatan rutin merasa ada yang kurang jika dalam sehari belum muroja'ah walaupun hanya beberapa halaman.

Ada juga yang terlena, menuruti nafsunya, melupakan hafalannya begitu saja yang menyebabkan hafalannya terbengkalai dan muraja'ah menjadi hal terberat dan tersulit untuk dia (apa yang pernah di hafal seperti belum pernah di hafal)

Sulit sekali menemukan Hafidz/Hafidzah yang hafalannya bisa di tes kapan saja dan dimana saja. Jika anda tidak percaya, silahkan menanyakan ini ke semua penghafal Al-Quran yang anda kenal.

So, bagaimana mungkin bisa mengimplementasikan pada masalah-masalah di masyarakat? Untuk menjaga apa yang dihafal saja sudah tidak mampu.

4. Hanya hafal tidak tahu arti ayat dan tidak memahaminya

Ada sangat banyak pake banget penghafal Al-Quran yang tidak termasuk no 1,2,dan 3. Hafalannya lancar dan bacaannya bagus, namun tidak paham apa yang dia hafalkan.

Kalau tidak paham bagaimana mungkin penghafal Al-Quran bisa mengimplementasikan masalah-masalah pada masyarakat?

5. Kurang kesadaran untuk menjadi bermanfaat bagi orang lain

Ada juga penghafal Al-Quran yang hafalannya kuat, pemahamannya bagus. Namun, tidak memiliki kesadaran untuk mengajarkannya kepada orang lain. 

Sebagus apapun pemahaman dia dengan apa dia hafal, jika tidak memiliki kesadaran menjadi bermanfaat bagi orang lain, bagaimana bisa mengimplementasikan masalah-masalah pada masyarakat?

Sebenarnya, hanya penghafal Al-Quran yang hakiki yang bisa menjaga Al-Quran, mengimplementasikan apa yang telah dihafal yang pantas mendapatkan gelar Hafidz dan Haamilul Qur'an. Dan itu sangat susah. Do'akan kami para penghafal Al-Quran semoga bisa mencapai derajat yang hakiki :)